Kali ini dia nggak pakai tudung, tapi aku bisa mengenali suaranya. Di kepalanya, ada sebuah boneka yang punya capit besar.
Menyusul cewek itu, seorang cowok berambut hitam dengan pedang di pinggangnya juga turun. Dan terakhir, seorang wanita berambut hitam dengan kulit cokelat turun sambil menenteng tombak besar. Tatapan matanya tajam… dia kelihatan sekuat Liz.
Begitu melihatku, wanita itu sempat menunjukkan ekspresi kaget, lalu senyumannya berubah buas saat menatap para Phantom di belakangku.
Sementara aku masih nggak paham situasinya, wanita itu tiba-tiba berbicara.
“Hebat juga… penyambutan yang luar biasa, ya, Thousand Tricks. Jadi… ini yang sebenarnya target utama mu?”
“!? Thousand Tricks… K-Kenapa kamu ada di sini!?”
“A-Ahahaha… Umm…”
Dari reaksinya, sepertinya mereka kenal aku… Tapi siapa mereka?
Saat aku masih cengok, cowok yang turun tadi bergumam pelan dengan wajah ketakutan.
“Adler… Dan itu bukan monster… Tapi Phantom. Apa Phantom bisa dijinakkan…?”
“Heh, buktinya bisa. Aku tidak menyangka surga sebesar itu cuma jadi umpan. Benar-benar luar biasa. Bahkan, dia sampai bisa memperkirakan waktu kedatangan kita ke sini──”
“Itu mustahil! Ripper-ku tidak pernah kulihat ada yang tahu kekuatannya… Aku tidak pernah menggunakannya di depan orang lain!”
Terserah sih, tapi tolong tentuin dulu, kalian mau nolongin aku atau enggak?
Si Ksatria Karat Merah mengangkat pedangnya lagi, kali ini mengarah ke para penyusup baru. Para Phantom langsung mengalihkan perhatian ke sana.
Sementara itu, wanita yang tadi dipanggil Adler melihat pasukan Phantom yang jumlahnya banyak banget dan keliatan terlatih. Tapi dia sama sekali nggak keliatan panik.
“Tapi ini menarik. Biar aku kasih tahu, kita bukan cuma main-main di labirin Divine Tree.”
──Yang terjadi setelah itu… benar-benar kayak mimpi buruk.
Seekor kelabang merah raksasa merayap keluar dari celah itu, diikuti oleh raksasa bermata satu berwarna abu-abu. Lalu ada ular besar berwarna mencolok, serigala berbulu emas, kura-kura dengan pohon tumbuh di punggungnya, dan sekumpulan naga kecil yang mirip Chlidra. Mereka terus bermunculan satu per satu dari celah itu.
Beberapa dari mereka keliatan terluka, tapi jumlahnya gila-gilaan. Ini beneran… pasukan monster.
Dan baru setelah itu aku sadar. Kawanan yang datang dengan gerombolan monster ini… bukannya ini para bandit yang dikejar-kejar Liz dan yang lain? Mereka juga ngomong soal kelabang raksasa waktu itu. Terus, mereka juga sempat nyebut nama Adler. Aku nggak tahu gimana caranya mereka bisa sampai ke sini, tapi seriusan mereka ngejar sampai sejauh ini? Gila, niat banget.
“Thousand Tricks, aku tidak tahu apa kau pernah ke sana atau tidak, tapi labirin Divine Tree itu lebih gila dari yang kau kira.”
“Aku menemukan pendekar pedang yang menarik. Pasukan Quint selanjutnya tak akan lagi memakai Battle Ant.”
Begitu si cowok berambut hitam itu teriak, sekumpulan kartu remi seukuran manusia yang bersenjata tiba-tiba muncul dan bersorak kemenangan.
Eh? Dari mana mereka dapetin monster aneh begitu? Terus, oke, aku sekarang tahu siapa mereka, tapi aku tetep gak ngerti mereka ngomongin apa. Ya, yang jelas mereka bukan teman. Tapi kenapa sih semuanya ngejar aku? Aku pengin pulang sumpah…
Di tengah kekacauan itu, para Phantom sama sekali nggak mundur. Ksatria bertopeng mereka menaiki kadal bertopeng dan mengeluarkan raungan perang. Adler mengayunkan tombaknya, lalu tiba-tiba dia berteriak… ke arah Phantom yang ada di belakangku.
“Thousand Tricks! Pasukanku bukan cuma bertambah monster baru! Mereka juga diperkuat oleh Mana Material! Pasukan! Serang!”
……….Maksud?
Dan sebelum aku bisa benar-benar paham apa yang terjadi, pasukan Phantom dan pasukan si Raja Iblis saling bertabrakan di depan mataku.
◇
Tiga Phantom yang berhasil ditarik, akhirnya bisa dikalahkan dengan taktik jebakan dan sihir. Setelah itu, Astor dan yang lain buru-buru kembali ke World Tree.
Astor mengintip perlahan dari balik dinding dan… pemandangan di dalam sana membuat matanya membelalak lebar.
“K-kok bisa…!? Ini sebenarnya gimana ceritanya!?”
Yang terhampar di depan matanya adalah reruntuhan penuh dengan mayat monster yang tak terhitung jumlahnya. Dan di tengah semua itu, tepat di dekat patung batu Luke Sykol, berdiri seorang diri—Krai Andrey, dengan tubuh berlumuran darah dari kepala sampai kaki.
Eliza, yang tadi bertugas buat narik perhatian dan memancing Phantom, Astor tidak bisa menahan diri untuk tidak melirik.
Eliza menghela napas panjang, kelihatan capek banget, terus ngomong dengan nada lemes.
“…Haaah… barusan di sini tidak ada siapa-siapa… kenapa bisa jadi begini…?”
Astor pun tidak bisa membayangkan apa yang baru saja terjadi.
Tiga Phantom yang tadi Eliza pancing saja sudah begitu kuat. Padahal mereka sudah bersiap diri dulu, baru bisa menang dengan relatif aman. Kalau itu pertarungan mendadak, bisa-bisa sudah tamat sebelum sempat melawan.
Tapi, Kris dan yang lain tidak ada di sini paling hanya sekitar satu jam saja.
Dan sekarang, di sekitar mereka bertebaran mayat monster dari berbagai jenis. Dari kadal bertopeng yang mereka lawan tadi, sampai makhluk-makhluk yang jelas bukan Phantom. Jumlahnya bukan main.
Kalau yang membantai semua ini cuma satu orang… termasuk Phantom yang membuat Starlight kerepotan… terus kekuatan orang itu segimana, coba? Astor saja tidak bisa membayangkan. Kalau tidak lihat dengan mata kepala sendiri, dia pasti tak akan percaya.
Semua yang ada di sini juga diam, tertegun melihat situasi yang terlalu absurd ini.
Sambil hampir kesandung mayat monster, Kris buru-buru lari ke arah Thousand Tricks.
“Kamu baik-baik saja, Manusia Lemah!?”
“A-Ahh, Kris. Selamat datang kembali. Lama banget, tahu…”
Suaranya terdengar santai banget untuk seseorang yang baru saja membuat ladang pembantaian ini. Dia juga tidak kelihatan luka parah.
Berbeda dengan Astor yang keliatan pucat, Eliza malah celingak-celinguk mengecek keadaan sambil nanya,
“K, kamu baik-baik saja? Ada luka?”
“Ah… kalian juga selamat, syukurlah. Aku baik-baik saja, ini cuma kena cipratan darah monster. Tadi nyaris aja aku kehilangan kenyamanan.”
Kenyamanan…?! Astor langsung bengong. Apa-apaan manusia ini? Terus, itu semua darah monster?
Sementara Lapis, yang dari tadi keliatan paling waras, mengernyit melihat pemandangan ini dan bergumam,
“Sepertinya… ini benar-benar pertempuran yang luar biasa sengit. Apa yang sebenarnya terjadi?”
“Ahh, kalau diceritakan panjang, tapi ya… aku benar-benar hampir mati. Bisa dibilang… ini pertarungan yang seimbang.”
Seimbang…?
Sekali lihat saja, mayat monster yang berserakan di depan kuil ini jumlahnya ratusan, mungkin lebih. Dan ia tidak kelihatan luka sedikit pun. Kalau ini disebut pertarungan seimbang, itu beneran lelucon yang sama sekali tak lucu.
Astor tahu para Hunter level tinggi itu memang beda kekuatannya. Tapi ini… sudah seperti sesuatu yang jauh di luar akal sehat. Bahkan Magi dari Starlight yang spesialis serangan pun, tidak akan bisa mengalahkan segini banyak musuh sendirian tanpa luka. Avatar of Creation pun dia rasa tidak mungkin sanggup.
Jadi, inilah kakak dari gadis itu, ya…?
Dan orang yang punya kekuatan segila ini, selama ini cuma bertingkah seperti badut? Manusia ini… beneran menakutkan.
Saat Astor masih terdiam dalam ketakutan, Thousand Tricks tiba-tiba bertepuk tangan, lalu berkata,
“Pokoknya, kita harus segera pergi dari sini. Kalau Phantom datang lagi, bakal merepotkan.”
“Itu tentu saja… Tapi, bagaimana dengan pemurnian kutukan Luke? Sepertinya belum selesai…”
“A-Ahh, itu—”
Tepat saat Thousand Tricks baru saja mau buka mulut, tiba-tiba salah satu tumpukan mayat monster bergeser dan runtuh.
Dari dalam tumpukan itu, muncul seorang ksatria bertopeng dengan armor merah, tubuhnya berlumuran darah.
Penampilannya benar-benar mengenaskan—armornya penyok di sana-sini, penuh luka tebasan dalam, bahkan ada bagian yang meleleh karena panas. Tapi cukup dengan melihatnya bergerak, sudah jelas satu hal.
Dia kuat. Jauh lebih kuat dari kadal bertopeng yang susah payah dikalahkan oleh Astor dan yang lain bersama-sama.
Ksatria itu mencabut pedang raksasa yang tertancap seperti nisan di atas tumpukan mayat monster. Tidak ada yang bisa menghentikannya.
Tanpa sepatah kata pun, dia tetap memancarkan tekanan yang luar biasa, seolah-olah tidak terpengaruh oleh kondisinya yang terluka parah.
Menggunakan sihir bakal butuh waktu. Tapi jelas, dalam situasi ini, tidak ada waktu untuk itu.
Ksatria Karat Merah itu menatap ke arah Thousand Tricks. Tapi, yang ditatap hanya menanggapinya dengan senyum tipis, sama sekali tidak gentar.
Apa yang dia pikirkan? Tidak ada tanda-tanda kalau Thousand Tricks berniat menyerang si Phantom Knight ini.
Dengan langkah perlahan, ksatria Phantom mendekat ke Thousand Tricks. Astor tanpa sadar menyingkir dari jalannya.
Di depan mata semua orang, salah satu ksatria Phantom dari Treasure Vault Terburuk dan salah satu hunter terkuat di ibu kota saling berhadapan dalam jarak sangat dekat.
Pemandangan itu terasa aneh bagi yang melihat. Ksatria Phantom itu diam, tapi tekanan yang dipancarkannya sangat mengerikan. Sebaliknya, Thousand Tricks terlihat santai—tidak terlihat seperti seseorang yang sedang menghadapi salah satu ksatria Phantom dari Treasure Vault tipe kuil.
Di situasi di mana seratus orang yang melihatnya pasti akan bertaruh kalau hunter itu bakal kalah, hal yang tidak masuk akal terjadi. Thousand Tricks malah menoleh ke Astor dan yang lain, lalu bertanya:
“Siapa yang mau coba lawan dia?”
SIAPA YANG MAU COBA-COBA?! LIHAT DEPAN DULU, WOI!!
Astor masih bisa menangkap gerakan ksatria Phantom itu—mungkin karena lawannya memang tidak sedang dalam kondisi prima.
Saat ksatria Phantom mulai bergerak, pedang ritual raksasanya menebas ke depan. Tebasan itu seperti sihir—tajam, hening, dan artistik.
Sepertinya itu serangan yang bahkan korbannya tidak akan sadar kalau sudah kena. Dan tebasan itu mengarah ke Thousand Tricks yang masih saja meleng.
Tapi, pedang itu tidak pernah sampai padanya.
Suara dentingan tajam bergema, membuat semua orang menahan napas.
Pedang itu terhenti—dihentikan oleh seseorang yang tidak ada yang duga akan muncul.
“Hah? A-Apa-apaan ini, desu!?”
Kris melongo, suaranya melengking.
Yang menghentikan tebasan itu adalah… Thousand Swords. Lebih tepatnya, patung batu Luke Sykol.
Padahal tadi tangannya diam di samping tubuh, tapi entah sejak kapan, tangannya sudah terangkat, menahan tebasan pedang raksasa itu.
Lapis, yang biasanya tenang sebagai kaum Spirit Noble, sekarang terlihat syok.
“Ini mustahil… Patung yang sudah membatu… bisa bergerak!?”
“…Kalau Luke, mungkin saja. Lagipula, tempat ini dipenuhi Mana Material.”
“Mana Material hanya memberikan kekuatan yang benar-benar diinginkan seseorang! Apa maksudmu, Lost One, kau pikir Thousand Swords ingin bertarung sampai segitunya!? Tidak mungkin ada manusia yang bisa menahan kutukan Shero yang bahkan Selene tidak bisa murnikan, hanya dengan tekad! T-Tunggu… jangan-jangan—Thousand Tricks! Jangan bilang ini yang kau rencanakan dari awal!?”
“P-Patungnya, gerak sendiri, desu!!”
Kris berkata dengan suara gemetar, wajahnya pucat, sementara tubuhnya bergetar. Sama seperti yang dia bilang, Luke belum terbebas dari tubuh batunya. Dia hanya… bergerak begitu saja dalam kondisi itu.
Selain Thousand Tricks dan Eliza, semua orang yang ada di sana terdiam ketakutan melihat pemandangan itu. Bahkan ksatria Phantom, yang seharusnya menyerang tanpa henti, sekarang justru mundur, seolah-olah dia juga bisa merasakan betapa tidak masuk akalnya situasi ini.
“Aku yang bakal melawannya──Krai! Ini sih curang namanya! Aku yang harusnya bertarung!!”
Raungan Luke akhirnya terdengar oleh semua orang.
Tapi… bukankah dia masih membatu? Mulutnya jelas tidak bergerak. Logikanya gimana caranya dia ngomong?
“Ah, iya… silakan aja…”
Thousand Tricks dengan santainya memberi izin.
Patung batu Luke mulai bergerak—dengan gerakan yang kaku dan tidak mulus sama sekali.
Dan tanpa ragu, dia langsung mengejar ksatria Phantom yang panik dan kabur terbirit-birit.

